karya riske kharisma putri
Prolog
Matahari
menyemburat kan sinarnya di ufuk barat. Menunjukkan sudah menginjak waktu petang. Semilir angin
terus berhembus membelai setiap makhluk disekitarnya. Matahari tampaknya sudah
sangat lelah menjalankan tugasnya hari ini. Jadi, waktunya untuk segera
bersembunyi dari segala mata yang melihatnya.
sebuah taman yang disediakan di komplek
perumahan permai indah sudah hampir semuanya tak terkena sinar matahari yang
hanya menyembulkan sedikit tubuhnya.
Setiap sore selalu
terlihat ramai di taman komplek permai indah. Anak-anaklah yang selalu memenuhi
taman yang hijau ini. Komplek yang hampir semuanya di penuhi oleh rumah-rumah
mewah.
Ada yang main karet,
ada anak-anak yang sedang bergantian main perosotan, ada juga yang main ayunan
dan salah satunya yang mendorong, ada juga yang main pasir di kolam pasir, ada
juga yang main jungkat-jungkit.
Maklum, taman ini
memang lumayan besar dan nyaman bagi anak-anak, karena banyak tempat yang bisa
dimainkan.
Tampak seorang gadis
kecil berlari-lari di atas kolam pasir. Felicia Mazaya namanya. Ia sering
dipanggil Feya. Ia pun menginjak salah satu istana pasir buatan anak lain.
“Ih kamu ini nakal!
Dasar!”Sahut anak lain. Dan seorang anak perempuan yang lain datang, dan
melihat kearah istana pasir yang sudah hancur berantakan. Gadis ini pun
menangis.
“Ini kan punya aku. Kok ancur?”Tanyanya seraya
menangis.
“Huuu dasar! Gara-gara
kamu sih. Jadi hancur kan.”Sahut anak yang lain.
“Kok, kamu dari kemarin
selalu buat orang menagis?! kamu jahat! Kemarin boneka Barbie aku kepalanya
copot gara-gara kamu. Aku ngak mau
temenan sama kamu lagi.”Sahut seorang
anak perempuan lainnya.
“Iya aku juga.”Sahut
yang lain bersamaan seraya mengajak gadis kecil yang istana pasirnya di hancurkan
secara tidak sengaja oleh Feya tadi.
“Tapi, aku bener-bener
ngak sengaja.”Sahut Feya lirih. Ia
menekuk kepalanya. Semua orang yang sejak awal bersamanya sudah
meninggalkannya. Sudah menjelang magrib, semua anak sudah hampir meninggalkan
taman itu.
Mata feya seperti ingin mengeluarkan buliran – buliran
bening yang tak tertahankan. Dan lama-kelamaan air matanya telah bergulir.
Suaranya hampir serak karena terus menangis. Hanya seorang anak laki-laki yang
sedang asik dengan perosotannya. Ia merosot dari atas sampai ke bawah, kemudian
naik lagi keatas melalui tangga perosotan
secara berulang-ulang.
Feya tidak menyadari
akan anak lelaki itu. Feya hanya terus menangis meratapi kesedihannya. Kemudian anak lelaki itu pun
menyadari akan tangisan seseorang, ia pun berlari menuju ke asal sumber suara.
Ditatapnya seorang gadis kecil yang tengah terisak-isak menagis seraya jongkok
dan membenamkan kepalanya di lututnya.
“Kamu kenapa menangis?”Tanyanya
kepada Feya. Feya mengangkat kepalanya, dan matanya yang masih digenangi air
dapat melihat sesosok anak lelaki yang tengah menatapnya.
“Ngak ada yang mau
temenan sama aku lagi. Aku di bilang jahat.”Ujar Feya lirih.
“Kamu jangan sedih, aku
mau kok jadi temen kamu.”Ujar anak laki-laki ini.
“Beneran? Tapi kan kata
temen-temen aku jahat.”Ujar Feya lagi.
“Kata mama aku, orang
jahat itu ngak akan nangis. Nah, kan kamu nangis jadi kamu orang baik, dan aku
mau temenan sama kamu. Udah jangan nangis lagi. Kata mama kalau mau cantik atau
ganteng ngak boleh nangis.”tutur anak
lelaki ini. Feya mengangguk seraya tersenyum, ia pun mulai menahan tangisnya.
”Nama kamu siapa?’tanya
anak lelaki ini lagi.
“Feya” Ujar Feya singkat.
“Aku Atta, Feya.”Sahut anak
lelaki ini lagi. Mereka pun berjabat tangan.Tiba-tiba seorang wanita bertubuh
gemuk mendekat.
“Non, mbok ini nyariin
non. Ternyata disini. Ayo pulang non. Dah magrib.” Ujar wanita ini sopan.
“Atta, aku pulang dulu
ya. Besok kita main lagi.”Ujar Feya.
“Non Feya pulang dulu
ya den..”Sahut Mbok Minah. Atta mengangguk, dan membiarkan Feya dan Mbok Minah meninggalkannya
sendirian.
Beberapa bulan kemudian..
Hari-hari pun berlalu dengan cepat.
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan, sampai satu tahun. Feya dan Atta terus
menghabiskan waktu berdua. Mereka satu sekolah pula. Sekolah Dasar Nusantara. Mereka
selalu bersama, terkadang Feya main ke rumah Atta terkadang pula Atta yang main
kerumah Feya.
Ternyata rumah Atta sangat
sepi. Tak ada kedua orang tuanya. Mereka ada di London, di rumah hanya ada
pengurus rumah dan juga tukang kebun yang hampir setiap hari kerjanya pacaran
melulu.
Hari ini, Feya lesu. Di
sekolah terasa sepi tanpa Atta. Entah mengapa ia tidak masuk sekolah hari ini.
Tapi sepertinya ibu wali kelas tahu sesuatu tentanng Atta. Tapi ia tak banyak
berkomentar ketika membaca surat pernyataan dari orang tua Atta. Entah ia
sakit, ntah ia kenapa, tak ada anak yang tahu.
Feya pulang sekolah. Ia pun mulai berbaring di
shofa depan televisi. Mbok minah tergesa-gesa.
“Non, ayo kita ke rumah sakit.” Ujar Mbok
Minah seraya menarik tangan Feya. Feya bingung .
“Memangnya kenapa mbok?” Tanya Feya keheranan.
Mbok minah menangis dan
masih menarik tangan Feya, dan menyuruhnya masuk ke mobil. Pak Tio tampak
cemas, “Hati-hati saja nak Tio.”Ucap Mbok Minah. Feya pun jadi merasa ada
sesuatu yang perlu di khawatirkan olehnya, kenapa kedua orang dewasa ini malah
membuatnya jadi cemas juga.
Sesampainya di sebuah
rumah sakit, Mbok Minah , Pak Tio berlari menghambur dari pintu mobil seraya
menggandeng erat tangan Feya. Setelah masuk, dan menelusuri selasar ruangan,
dari jauh Feya dapat melihat, Tante Zhi, dan Om Haris sudah berada di sana.
Om Haris. Dady pernah bilang, Om Haris adalah orang yang merupakan
pengurus harta mom dan dady.
Hati Feya bergetar
kuat, dia langsung cemas. Feya mendekati Tante Zhi.”Tante.. kenapa semua orang
bikin Feya cemas?” Tanya Feya.
Tante Zhi mengedipkan
kedua matanya agak lama, sehingga butiran bening yang tertahan di matanya itu
mengalir perlahan membasahi pipinya. Terdengar isak tangis dari Tante Zhi.
”Mom..dan dad…”Baru
sepotong kata terucap dari bibirnya Tante Zhi.
DEG.
Jantung Feya langsung berdetak makin cepat
dari biasanya.
“ Mom! Dad! Mana mereka?” Feya menjerit
menangis ia langsung mencoba lari menuju pintu ruang UGD di hadapannya.
Tante zhi menarik
tangannya kuat-kuat, kemudian mendekapnya, sehingga tidak bisa lari kemana-mana
lagi. Feya mulai tenang di pelukan Tante Zhi,
namun masih ada sisa isak tangis Feya. Feya terus menatap pintu UGD itu,
ia yakin Mom dan Dady ada di dalamnya. Berjuanglah
Mom! Berjuanglah Dad! Kita kan pasti akan berlibur bersama kan?!
Dokter dan perawat
keluar dari pintu ruangan itu, tapi mereka hanya menggeleng-gelengkan kepala. Mereka gagal. Feya langsung lari masuk
ia menggoyang-goyangkan tubuh Mom dan Dady .
“ Bangun! Cepat bangun! Kenapa Cuma diam?!
Bangun!”Tangis Feya dan semua orang hanya meratapi dan mencoba memeluknya.
Namun, tetap saja Feya terus menjerit.
Feya tidak punya ayah
dan ibu lagi. Hidupnya terasa sepi, ditambah lagi Atta masih tidak masuk
sekolah. Feya masih bertanya-tanya dalam hatinya. Ia pun sepulang sekolah
mampir dulu ke rumah Atta. Hanya ada Bibi Juminten yang sedang menyapu terasa
rumah.
“Bibi. Atta dimana? Kok
ngak sekolah?”Tanya Feya.
“Lho Non Feya ndak tahu
ya? Kan Den Atta sudah pindah ke London?”Sahut Bibi centil ini.
“London?”Feya mendelik
. Ia ingat dengan moment dirinya bersama Mom dan Dad yang berpamitan untuk ke
London. Namun, mereka bohong. Mereka pergi tidak pulang-pulang.
Mata Feya menerawang,
moment bersama Atta terbayang dengan sangat jelas.
“Atta janji kan bakal
nemenin Feya selalu.”Ujar Feya seraya menatap teman dekatnya ini dengan lirih.
“Iya. Kita bakal
bersama-sama sampai tua. Selama-lamanya. Kalau perlu kayak Mama dan Papa, setia
sampai mati. Karena saling menyayangi.”Sahut Atta.
“Iya benar. Kan aku
sayang sama Atta.”Sahut Feya kemudian.
“Iya. Aku juga sayang
sama Feya.”Sahut Atta juga. Seraya menyodorkan
jari kelingkingnya. Lalu kedua kelingking kecil ini pun saling berpelukan.
Mana
janji Atta?? Atta jahat! Atta juga mau ninggalin Feya . Kayak Mom sama Dad.
Feya benci Atta! Feya benci! Kenapa ngak pamit sama Feya dulu?! Kenapa ? apa Atta
juga bakal ngak pulang lagi?kayak Mom dan Dad??! Feya benci Atta! benci banget!
•••
kalau ada yang minta lanjutin,gua bakal new entry deh janji! :)